"Forever No To Dog Meat" Sebuah Seruan Vox Mortis, Bertarung Menolak Keras Perdagangan Daging Anjing!!
Bagaimana rasanya diculik,
disekap, kemudian disiksa dan dijadikan kudapan karena dianggap berkhasiat atau
sekadar untuk memenuhi rasa lapar? Tentu bukan hal menyenangkan apalagi jika
dialami makhluk hidup.
Vox Mortis kembali menyerukan
perlawanan terkait peredaran serta konsumsi daging anjing di tengah masyarakat.
Seperti yang telah disampaikan jika band ini dibentuk guna mempropagandakan
kesejahteraan hewan, salah satunya mengajak masyarakat untuk berhenti
mengonsumsi daging anjing.
Seperti judulnya, “Forever No To Dog Meat” merupakan pernyataan sikap
Vox Mortis menolak makanan berbahan dasar
daging anjing sekaligus upaya mengedukasi masyarakat tentang perlindungan hewan
tersebut.
Semua lirik tertuang gamblang
lewat langgam death metal yang agresif, dibarengi visual cadas hasil olah
digital M. Irvan Dionisi. Menguak sisi kelam proses peredaran daging anjing
serta kekejaman dibaliknya hingga disajikan di meja makan.
“Ya, kami harus memilih Metal.
Karena Metal erat kaitannya dengan pemberontakan akan ide-ide normatif dan
belenggu tema konservatif. Kami berontak atas ketidakadilan pada hewan-hewan
domestik ini,” ujarnya.
Nomor kedua dari album debut “Avignam Jagat Samagram” ini
pula membantah rumor terkait khasiat mengonsumsi daging anjing, seperti
anggapan banyak orang. Selain tidak terbukti secara empirik, aktivitas Doni
sebagai penyelamat hewan domestik yakni anjing dan kucing membuat ia tegas
menolak menjadikan hewan kesayangannya sebagai bahan baku masakan.
“Kami menyanyangi anjing dan
kucing, keduanya bukan hewan ternak. Maka kami perlu membuat propaganda untuk
melindungi serta menolak menjadikan hewan tersebut sebagai makanan. Jika kamu
rasa hewan lain perlu dilindungi, silakan buat propagandamu,” tegas Doni.
Terkait dengan tradisi, Doni
turut membantah jika daging anjing terlibat dalam sebuah ritus maupun produk
budaya. Mengkonsumsi daging anjing di kalangan masyarakat tertentu menurutnya
merupakan kebiasaan yang telanjur lumrah. “Ada yang salah dengan kebiasaan
tersebut dan hal ini perlu dibereskan”. (*)