Merefleksikan Sebuah Keheningan Malam Dalam Racikan Emosional Bersama Moor Di Ep Terbaru Berjudul “Disappear”.
Pejamkan mata anda
mulailah berfikir dan berandai-andai, sekaligus berkhayal resapilah layaknya
bunga tidur yang menghantarkan anda melewati gerbang lintas garis dua dimensi,
sebagai bentuk perwujudan makhluk sosial untuk berpikir secara mendasar. Coba
bayangkan diri kita sendiri di dalam pikiran seseorang yang hidup kira-kira
lima ratus tahun lalu, berjalan menembus belantara menuju sebuah hutan yang
rimbun dan keramat untuk mendirikan sebuah peradaban hingga rumah untuk jiwa
kehidupan yang kosong.
Bagi orang
tertentu, ketahuilah hutan dan segala yang ada di dalamnya hidup, semua
mengawasi. Pernahkah anda berpikir pada hakikatnya tanpa disadari itu
seperti komodial digital berbentuk kamera pengintai, roh-roh gaib terlihat
berbisik, mengawasi makhluk pada setiap gerakan angin dan pepohonan yang
rindang. Angin yang membelai pipinya layaknya gerakan seorang dewa. Mulailah
bercermin pada secercah refleksi pantulan mata air yang nampak kian berhenti
mengendap di ujung danau yang asri, cobalah memahami tentang alam yang nampak
subur pada zaman kuno hingga sekarang, alam dan dunia yang terlihat adalah
kemanusiaan yang terbalik. Mulailah percaya tentang pendapat orang kuno, dengan
cara yang harfiah, mereka percaya semua yang ada pada diri kita yang saling
berkesinambungan dengan alam. Cacing, misalnya, berbentuk seperti usus dan
cacing memproses materi seperti usus. Paru-paru yang memungkinkan kita bergerak
bebas melalui udara dengan kebebasan seperti burung berbentuk sama dengan
burung. Paru-paru dan burung merupakan ekspresi jiwa kosmis yang sama, tetapi
dalam wahana yang berbeda.
“Alam adalah sebuah
bahasa perlambangan yang murni bagi kami. Seperti yang anda ketahui manusia
tidak akan terlepas dari alam, dalam segala pemurnian, Tuhan menciptakan atas
segala bentuk yang saling berdampingan sejak zaman kuno berjuta-juta tahun
silam, seperti zaman prasejarah yang menjadi sebuah pembuktian, jika
dibandingkan dengan era global seperti sekarang. Sejenak kita bisa berpikir,
membaca sekaligus membandingkan mengenai siklus yang terkesan baik-baik saja
pada tempo zaman nenek moyang, baik secara spiritual, budaya, pengetahuan dan
bagaimana kita dituntut untuk saling berdampingan dengan alam namun jika yang
terjadi sebaliknya maka manusia yang ada disitu pun juga berkelakuan
sebaliknya, bahkan lebih sering terjadi di era ini daripada zaman kuno. Lewat
lagu yang kami ciptakan ‘Moor’ dan segala rilisannya sebagian besar banyak
berbicara mengenai sisi gelap peradaban manusia”. Ujar kata Surya Moor.
Manusia, alam,
perasaan, dengan segala bentuk macamnya sebetulnya ada hal yang harus
dipikirkan secara mendasar, apakah saling terhubung atau berkaitan? bukan hanya
masalah terhubung secara fisik, melainkan hubungan pada tingkat gelombang
intensitas kesadaran sifat-sifat manusia,“Tidak ada yang terjadi dimanapun
di kosmos ini kecuali ada hubungannya dengan pikiran manusia”.
Layaknya burung
manyar yang bersiul memanggil para koloni, seperti secercah harapan mentari
yang bersinar di ujung eloknya samudra ditemani pemandangan para nelayan di
pesisir pulau, kami mengajak anda untuk menyelam lebih dalam merasakan sebuah
sisi keheningan dan kegelapan seorang manusia dalam keadaan yang riuh layaknya
gemuruh gelombang ombak, serta kami persembahkan “Disappear” untuk anda para
pendengar Moor!.
Lewat uraian teks
penghantar yang tidak terlalu panjang dan rumit, sejenak anda dapat kembali
berpikir mendeskripsikan sendiri apa yang sedang kami ulas dan apa yang sedang
kami sajikan untuk anda para pendengar ruang-raung atmosphere! Pada
umumnya, layaknya perkenalan biasa yang tidak terlalu mengandung kata
romantisme seperti anda menjalani sebuah romansa kehidupan, tepat pada medio
tahun 2015 silam Moor terlahir di kota Malang dengan perwujudan nama asli
berupa Mork.
Moor digawangi
oleh Surya (Gitar), Hafiedz (ex-Drum), Yogi Prasetyo
(Bass), Riko Andreas Nasution (Gitar). Tahun 2022, kian menjadi sebuah
perjalanan baru dengan pergantian personil sekaligus hengkangnya Hafiedz pada
bagian drum, tentu masa tersebut sepertinya juga tak berangsur cukup lama,
Audysttio Bima mengisi kekosongan pada bagian tersebut. Semestinya yang
akan kalian ketahui, pada hakikatnya Moor adalah band yang mengusung genre Atmospheric
Post Black Metal, tentu ada hal yang menjadikan sebuah pembeda diantara
band lokal Malang? Moor banyak bermain instrumental non-vocal mengandalkan
sebuah permainan musik yang terkesan lebih emosional, lirih, rintih dan depresi
dalam setiap permain lagu serta pergantian tempo.
“Kami
mencoba meracik bagaimana jika post metal digabungkan dengan atmospheric black
metal, kenapa lebih memilih instrumental utamanya karena tidak semua bisa
diungkapkan dengan perwujudan kalimat, perasaan yang mendalam dan hanya
berputar-putar di pikiran, permainan nada adalah sebuah simbol ungkapan atas
segala pemikiran serta kemurnian bagi kami”. Ujar kata Surya Moor.
Secara
tidak langsung Moor kembali menciptakan suasana yang terkesan lebih intens deep
feeling, membawa pendengar agar turut lebih hanyut mendalam, merelaksasikan
sebuah keadaan dari setiap lagu yang diciptakan. Norwegian Black Metal
serta band-band lain dengan karakter sound era 90’an dan 2000’an. Turut menjadi
sebuah acuan materi yang dikembangkan oleh Moor serta diciptakan dalam bentuk
kemasan track/lagu.
Beranjak
pada pembahasan luncuran terbaru, yang telah dimanifestasikan dalam bentuk
format kaset oleh Oh Noo Records yang bertajuk “Disappear”. Tahun
2023 menjadi sebuah rilisan terbaru seusai dirilisnya Ep “Maestitia”
pada tahun 2018 silam. Tentu title Disappear juga diambil dari salah
satu judul lagu Moor, yang termuat dalam Ep tersebut.
Menurut
Surya, Disappear bercerita mengenai sebuah perjalanan seorang manusia,
berlayar mengitari laut, terkena badai, lalu terdampar pada suatu pulau yang
tak berpenghuni, kemudian ia mulai berhalusinasi bahwa ada sosok yang
menemaninya, salah satu sosok tersebut adalah masa lalunya, namun pada akhirnya
ia tersadar. Bahwa ia sendiri dalam kekosongan dan terombang ambing dalam
kebingungan.
Namun
dalam arti yg mendalam, sesungguhnya itulah manusia yang sedang lupa, ketika ia
terombang ambing dalam keadaan yang sulit, lalu ia menemukan suatu pelarian dan
ia menyenangi hal tersebut, namun semakin lama hal yang menyenangkan tersebut
hanya akan terasa biasa, datar lalu hilang dan manusia akan kembali dalam
kebingungan menjalani kehidupan, hingga tak sadar bahwa manusia itu pasti mati,
itulah yang sering terlupa pada manusia sehingga seringkali meninggalkan
penyesalan mendalam yang terekam dalam benda-benda yg telah ditinggalkannya
mati.
Sebetulnya
Disappear, merupakan sebuah tema yang diangkat lebih bersifat personal,
dengan karakter sound lebih diperhalus dan aransemen yang sederhana daripada
rilisan Maestitia. Jelasnya sebuah racikan aransemen emosional, lebih
mengarah kepada personal manusia pada titik terendahnya dimana nuansa
kebingungan, depresi berat, rasa ingin melarikan diri, euforia dengan
pelariannya.
Disappear
termuat tiga lagu di dalamnya dengan judul, As The Storm Above The Sea, A
Shore at The Blossom Island dan Disappear. Pada Ep tersebut Moor
juga turut menggaet musisi bernama Geaeine untuk mengisi piano hingga string
saat dalam proses rekaman. Keseluruhan materi dan lagu direkam oleh Griffin
Recording Studio.
Terima kasih untuk
anda dan selamat mendengarkan Moor dalam gemerlap mini album Disappear!