GRAVE DEAD MAGAZINE, MUSIC, EVENT MEDIA PARTNER, ZINE, EVENT HANDLE BY SOUND OF GRAVE DEAD N THE GROATH, RECORDS LABEL AND MUSIC DISTRIBUTION.

Foto 1
Foto 2
Foto 3
Foto 4
Foto 5
Foto 6
Foto 7

Merefleksikan Sebuah Keheningan Malam Dalam Racikan Emosional Bersama Moor Di Ep Terbaru Berjudul “Disappear”.

7 min read

Pejamkan mata anda mulailah berfikir dan berandai-andai, sekaligus berkhayal resapilah layaknya bunga tidur yang menghantarkan anda melewati gerbang lintas garis dua dimensi, sebagai bentuk perwujudan makhluk sosial untuk berpikir secara mendasar. Coba bayangkan diri kita sendiri di dalam pikiran seseorang yang hidup kira-kira lima ratus tahun lalu, berjalan menembus belantara menuju sebuah hutan yang rimbun dan keramat untuk mendirikan sebuah peradaban hingga rumah untuk jiwa kehidupan yang kosong. 

Bagi orang tertentu, ketahuilah hutan dan segala yang ada di dalamnya hidup, semua mengawasi.  Pernahkah anda berpikir pada hakikatnya tanpa disadari itu seperti komodial digital berbentuk kamera pengintai, roh-roh gaib terlihat berbisik, mengawasi makhluk pada setiap gerakan angin dan pepohonan yang rindang. Angin yang membelai pipinya layaknya gerakan seorang dewa. Mulailah bercermin pada secercah refleksi pantulan mata air yang nampak kian berhenti mengendap di ujung danau yang asri, cobalah memahami tentang alam yang nampak subur pada zaman kuno hingga sekarang, alam dan dunia yang terlihat adalah kemanusiaan yang terbalik. Mulailah percaya tentang pendapat orang kuno, dengan cara yang harfiah, mereka percaya semua yang ada pada diri kita yang saling berkesinambungan dengan alam. Cacing, misalnya, berbentuk seperti usus dan cacing memproses materi seperti usus. Paru-paru yang memungkinkan kita bergerak bebas melalui udara dengan kebebasan seperti burung berbentuk sama dengan burung. Paru-paru dan burung merupakan ekspresi jiwa kosmis yang sama, tetapi dalam wahana yang berbeda. 

“Alam adalah sebuah bahasa perlambangan yang murni bagi kami. Seperti yang anda ketahui manusia tidak akan terlepas dari alam, dalam segala pemurnian, Tuhan menciptakan atas segala bentuk yang saling berdampingan sejak zaman kuno berjuta-juta tahun silam, seperti zaman prasejarah yang menjadi sebuah pembuktian, jika dibandingkan dengan era global seperti sekarang. Sejenak kita bisa berpikir, membaca sekaligus membandingkan mengenai siklus yang terkesan baik-baik saja pada tempo zaman nenek moyang, baik secara spiritual, budaya, pengetahuan dan bagaimana kita dituntut untuk saling berdampingan dengan alam namun jika yang terjadi sebaliknya maka manusia yang ada disitu pun juga berkelakuan sebaliknya, bahkan lebih sering terjadi di era ini daripada zaman kuno. Lewat lagu yang kami ciptakan ‘Moor’ dan segala rilisannya sebagian besar banyak berbicara mengenai sisi gelap peradaban manusia”. Ujar kata Surya Moor.

Manusia, alam, perasaan, dengan segala bentuk macamnya sebetulnya ada hal yang harus dipikirkan secara mendasar, apakah saling terhubung atau berkaitan? bukan hanya masalah terhubung secara fisik, melainkan hubungan pada tingkat gelombang intensitas kesadaran sifat-sifat manusia,“Tidak ada yang terjadi dimanapun di kosmos ini kecuali ada hubungannya dengan pikiran manusia”.

Layaknya burung manyar yang bersiul memanggil para koloni, seperti secercah harapan mentari yang bersinar di ujung eloknya samudra ditemani pemandangan para nelayan di pesisir pulau, kami mengajak anda untuk menyelam lebih dalam merasakan sebuah sisi keheningan dan kegelapan seorang manusia dalam keadaan yang riuh layaknya gemuruh gelombang ombak, serta kami persembahkan “Disappear” untuk anda para pendengar Moor!.

Lewat uraian teks penghantar yang tidak terlalu panjang dan rumit, sejenak anda dapat kembali berpikir mendeskripsikan sendiri apa yang sedang kami ulas dan apa yang sedang kami sajikan untuk anda para pendengar ruang-raung atmosphere! Pada umumnya, layaknya perkenalan biasa yang tidak terlalu mengandung kata romantisme seperti anda menjalani sebuah romansa kehidupan, tepat pada medio tahun 2015 silam Moor terlahir di kota Malang dengan perwujudan nama asli berupa Mork. 

Moor digawangi oleh Surya (Gitar), Hafiedz (ex-Drum), Yogi Prasetyo (Bass), Riko Andreas Nasution (Gitar). Tahun 2022, kian menjadi sebuah perjalanan baru dengan pergantian personil sekaligus hengkangnya Hafiedz pada bagian drum, tentu masa tersebut sepertinya juga tak berangsur cukup lama, Audysttio Bima mengisi kekosongan pada bagian tersebut. Semestinya yang  akan kalian ketahui, pada hakikatnya Moor adalah band yang mengusung genre Atmospheric Post Black Metal, tentu ada hal yang menjadikan sebuah pembeda diantara band lokal Malang? Moor banyak bermain instrumental non-vocal mengandalkan sebuah permainan musik yang terkesan lebih emosional, lirih, rintih dan depresi dalam setiap permain lagu serta pergantian tempo. 

“Kami mencoba meracik bagaimana jika post metal digabungkan dengan atmospheric black metal, kenapa lebih memilih instrumental utamanya karena tidak semua bisa diungkapkan dengan perwujudan kalimat, perasaan yang mendalam dan hanya berputar-putar di pikiran, permainan nada adalah sebuah simbol ungkapan atas segala pemikiran serta kemurnian bagi kami”. Ujar kata Surya Moor.

Secara tidak langsung Moor kembali menciptakan suasana yang terkesan lebih intens deep feeling, membawa pendengar agar turut lebih hanyut mendalam, merelaksasikan sebuah keadaan dari setiap lagu yang diciptakan. Norwegian Black Metal serta band-band lain dengan karakter sound era 90’an dan 2000’an. Turut menjadi sebuah acuan materi yang dikembangkan oleh Moor serta diciptakan dalam bentuk kemasan track/lagu.

Beranjak pada pembahasan luncuran terbaru, yang telah dimanifestasikan dalam bentuk format kaset oleh Oh Noo Records yang bertajuk “Disappear”. Tahun 2023 menjadi sebuah rilisan terbaru seusai dirilisnya Ep “Maestitia” pada tahun 2018 silam. Tentu title Disappear juga diambil dari salah satu judul lagu Moor, yang termuat dalam Ep tersebut.

Menurut Surya, Disappear bercerita mengenai sebuah perjalanan seorang manusia, berlayar mengitari laut, terkena badai, lalu terdampar pada suatu pulau yang tak berpenghuni, kemudian ia mulai berhalusinasi bahwa ada sosok yang menemaninya, salah satu sosok tersebut adalah masa lalunya, namun pada akhirnya ia tersadar. Bahwa ia sendiri dalam kekosongan dan terombang ambing dalam kebingungan. 



Namun dalam arti yg mendalam, sesungguhnya itulah manusia yang sedang lupa, ketika ia terombang ambing dalam keadaan yang sulit, lalu ia menemukan suatu pelarian dan ia menyenangi hal tersebut, namun semakin lama hal yang menyenangkan tersebut hanya akan terasa biasa, datar lalu hilang dan manusia akan kembali dalam kebingungan menjalani kehidupan, hingga tak sadar bahwa manusia itu pasti mati, itulah yang sering terlupa pada manusia sehingga seringkali meninggalkan penyesalan mendalam yang terekam dalam benda-benda yg telah ditinggalkannya mati.

Sebetulnya Disappear, merupakan sebuah tema yang diangkat lebih bersifat personal, dengan karakter sound lebih diperhalus dan aransemen yang sederhana daripada rilisan Maestitia. Jelasnya sebuah racikan aransemen emosional, lebih mengarah kepada personal manusia pada titik terendahnya dimana nuansa kebingungan, depresi berat, rasa ingin melarikan diri, euforia dengan pelariannya.

Disappear termuat tiga lagu di dalamnya dengan judul, As The Storm Above The Sea, A Shore at The Blossom Island dan Disappear. Pada Ep tersebut Moor juga turut menggaet musisi bernama Geaeine untuk mengisi piano hingga string saat dalam proses rekaman. Keseluruhan materi dan lagu direkam oleh Griffin Recording Studio. 

Terima kasih untuk anda dan selamat mendengarkan Moor dalam gemerlap mini album Disappear! 

 

Posting Komentar