GRAVE DEAD MAGAZINE, MUSIC, EVENT MEDIA PARTNER, ZINE, EVENT HANDLE BY SOUND OF GRAVE DEAD N THE GROATH, RECORDS LABEL AND MUSIC DISTRIBUTION.

Foto 1
Foto 2
Foto 3
Foto 4
Foto 5
Foto 6
Foto 7

Menebar Kegelapan Di Ujung Akhir Tahun, Endless Riot Persembahkan Show 666!

13 min read


Masa pergantian tahun akan segera tiba, hanya terhitung beberapa jangka kita akan dihadapkan dengan pergantian hari hingga sebagaimana pergantian tahun itu tiba, dalam tempo seminggu telah usai Endless Riot persembahkan agenda seremonial kegelapan! 


Rasa senang tak terbendung, melayangkan segala bentuk pribadi yang ada, sebuah tahun yang dirasa cukup memberikan rasa manis bercampur amis, bagaimana tentang kabar anda dan diri anda? Senang selalu mencoba untuk mengabarkan sebuah hal yang amat menyenangkan, awal tahun hingga akhir tahun 2023 rasanya banyak disodorkan berbagai pemberitaan mengenai semacam rilisan anyar dari beberapa rekan-rekan sejawat ataupun lainnya, hingga agenda show berskala gigs yang digagas oleh rekan kolektif underground dan event besar dalam skala nasional/semacamnya. 

 

Semestinya tulisan ini akan menjadi sebuah langkah pengantar sederhana dan pengingat untuk mengakhiri tahun 2023 dalam rekap jurnal review akhir pekan. Pada gelapnya malam yang mencekam, hanya menunggu beberapa minggu sejak flyer resmi diunggah melalui laman instagram Endless Riot 4/11/23, oke! Saya hanya tengah berpikir ini adalah rentetan momentum yang berkesan pada bulan desember, seusai melewati perjalanan agenda Rock In Solo. Tentunya, beralih ke sisi Jawa Timur dibagian Kediri,  “An Ending In Fire” menjadi showcase yang nampak terlihat sempurna dengan diisi oleh beberapa lineup band pioner Jawa seperti Exhumation, Rottenblast hingga punggawa band-band anyar seperti Spell Forger, Marax dan Mesias. 


Mari memperkenal diri sebagai wata warna pembuka rangkuman band, hanya saja terus terang tahun 2023 memanglah amat banyak butuh pertimbangan hingga dihadirkan dengan lahirnya band-band anyar dari sektor Jawa Timur, melampaui sub-hingga macam kombinasi paduan genre lainnya. Menu utama disajikan dan diperkenalkan secara luas dengan nama Mesias, kesan yang berarti. Tentu ini adalah kali kedua saya diperkenalkan secara intens sekaligus menyimak secara mendasar mengenai live perform hingga quality audio yang mereka luncurkan di Bandcamp. Berfikir, dalam tanda tanya apakah ini band “Kediri atau Malang”, mungkin atau tidaknya Malang menjadi bagian debut live perform mereka “sayangnya saya datang terlambat hingga tak cukup dengan satu lagu terakhir”. Mesias banyak menawarkan eksperimental ramuan musik yang terasa gelap dan ambient yang mencekam, tak bisa dipungkiri mungkin bisa disebut dengan Post-Metal sebagai akar band tersebut. 


Cukup menjadi bahan rekomendasi dan pertimbangan, dirasa sangat cocok jika kalian menyukai sound macam Wolves In The Throne Room. Dalam situasi crowd padat rapat, dibarengi semerbak dupa yang menambah aura mistis serta mencekam, tentu dengan apiknya trio Post-Metal tersebut tampil membawakan lagu secara maksimal sebagai lineup pembuka, kudos!


Demo “AΩ” dan single terbaru “Celestial Horrors”, menjadi sebuah penghantar yang menawan hingga menjadi pembuktian bahwasanya band-band Jawa Timur patut menjadi sebuah acungan pertimbangan untuk telinga anda! Jelasnya di akhir tahun ini mereka juga mengabarkan dua rilisan tersebut akan menjadi suatu jembatan untuk rilisan debut album, mendatang.


Lineup kedua disusul oleh Marax, jelas! adrenaline moshpit mulai terpacu dan intensitas barisan crowd yang cukup ramai, rapat di area pit. Oke, sejujurnya bahkan saya bingung untuk memulai mendeskripsikan band ini dari sisi mana, band ini terbilang cukup muda lahir dari rahim pertengahan 2020 silam. Marax juga terbilang memiliki warna tersendiri dalam membangun konsepnya, band asal Surabaya ini juga turut berhasil membentuk sebuah perwujudan band dengan mengawinkan  beberapa sub-genre seperti hardcore, blackened, dark, hingga d-beat punk, sebuah kombinasi yang mengingatkan akan band-band semacam Discharge, Driller Killer dan Mammoth Grinder. Sama seperti Mesias ini adalah kali keduanya saya menonton aksi panggung mereka, tepat pada waktu itu mereka turut menjadi lineup gelaran agenda launching party Interadd 2021 silam di kota Batu. Sekilas walaupun tak mendengarkan materi mereka dengan intens dan hanya sekilas, tetapi karakter sound noisy/raw hingga vokal pada EP “Sharp Knife” cukup mewakilkan bagaimana esensi klasik hardcore/punk hingga sentuhan Norwegian black metal era-era awal sangat terasa.


Secara tidak langsung branding horror dan gelap yang mereka sajikan? Cukup memuaskan. Untuk kalian yang baru-baru ini memiliki ketertarikan terhadap black metal ataupun d-beat punk/hardcore maka ini adalah salah satu rekomendasi yang tepat!


Dilanjut oleh barisan menu ketiga disambut oleh band asal kota Malang bagian selatan yaitu Rottenblast. Sayangnya mereka tampil dengan formasi plan-B, dengan menggunakan additional/pengganti pada bagian drummer, tampil kurang maksimal membawakan 4 lagu andalan hingga intro 1965 sebagai pengantar kelam dan kejamnya materi pada album mereka namun demikian walaupun tampil dengan formasi-B karakter vokal Robby memberikan dampak yang enerjik, kvlt, suram. Rottenblast sendiri terbilang band death metal yang aktif di kota Malang sejak tahun 2009 silam, memainkan perpaduan kombinasi death metal klasik. Jika mendengarkan secara intens, hingga sekilas cukup menjadi sebuah transisi yang menonjol terutama dari segi perbandingan album pertama “Pasukan Tak Bertuhan” hingga album kedua “Ilusi Soliteris” yang mereka luncurkan, menyongsong musik brutal death metal menuju transisi klasik cepat, keras ala old school death metal.


Namun secara musikal Rottenblast juga banyak dipengaruhi band - band besar luar negeri macam Cannibal Corpse, Malevolent Creation, hingga Morbid Angel. Sekaligus merekonstruksi musik mereka menjadi lebih gelap dan primitif, influence ala Dying Fetus, Suffocation.


Endless Riot merupakan sebuah agenda penutup panggung terakhir mereka di tahun 2023, kabar baiknya band tersebut akan memulai kembali meramu sebagaimana perwujudan untuk album ketiga mendatang.


Menuju pada penghujung acara, ‘Spell Forger’ band asal Bandung tersebut turut menjadi bagian dari seremonial kegelapan yang digagas oleh rekan kolektif Endless Riot, justru ini layaknya menjadi bagian kado di penghujung tahun, sebagaimana menyaksikan band-band favorit tampil. Terlepas dari semua itu, Spell Forger hingga materi yang mereka sajikan “ini adalah band anyar yang patut diwaspadai” secara sound mereka banyak terpengaruh macam band black-thrash seperti Nekromantheon, Deathhammer, dan tentu saja beberapa lick gitar tak lepas dari pengaruh The mighty Slayer.


Tentu ini mengingatkan saya kepada era, dimana thrash metal masih kental dengan elemen kegelapan, dan menjadi barometer lahirnya first wave of black metal pada tahun 80-an. Ekspektasi yang cukup, mungkin hanya kurang lama tapi ketika raungan teriakan “ahhh” seketika arena pit mulai meliar!  “Black Spellcrafter” itu amat mewakilkan.


Satu tak kalah menarik tiba pada penghujung acara, memoar akan selalu tercipta di kegelapan yang ada, selamat datang dan selamat menutup akhir pekan, memperkenalkan diri sejak 16 tahun silam berasal dari Yogyakarta, Exhumation mewakilkan. Dirasa mungkin untuk sekian banyaknya band black/death lokal ataukah hanya mereka yang mampu menarik pesona secara pembawaan hingga meliputi materi/lagu yang mereka sajikan. Kvlt, gelap, sangar itulah yang akan ada dipikiran saya ketika pertama kali menonton mereka di Yogyakarta beberapa waktu silam sekaligus bersamaan dengan agenda tour (Anatomia dan Faceless Burial) edisi Indonesia.



Sejujurnya saya mungkin terbilang terlambat untuk mengetahui band tersebut, tepat pada tahun 2020 silam “Opus Death” menarik perhatian saya untuk menyimak sekaligus mendengarkan secara intens. Sekejap untuk berpikir “ini adalah sebuah band yang amat beda pada rananya, Ironheart, Graveyard Alike, Possessed  hingga tabuan pembuka yang mencekam untuk track Upon Our Hordes”. Exhumation banyak meramu kegelapan intens, nihilisme, dan kematian menjadi sebuah keluaran musikal yang berbahaya. Mereka telah memperhitungkan bagaimana agar pukulan drum menerjang bisa bersanding dengan raungan distortif, yang ditunjang oleh karakter suara paripurna melalui kebisingan.


Semerbak bau dupa yang menyengat hingga dibarengi dengan putaran intro Qayin, oke semestinya itu adalah bagian dari aksi panggung mereka yang mencekam dan anker! Endless Riot menjadi bagian show, pertama kalinya mereka di Jawa Timur untuk tahun 2023 hingga dilanjut di Solo, hampir kurang lebih satu jam mereka menggaungkan 10 lagu. Dibuka dengan lagu pertama ‘Hymn of Death hingga ‘Ironheart’, ada tambahan satu lagu tapi itu diluar set list yang mereka bawakan. Menebak apakah ‘Pralaya’ menjadi salah satu bagian lagu anyar untuk album mereka di tahun 2024? ini hanyalah sebuah tebakan, semestinya kalian akan dibuat menunggu segera! 




Menyudahi sampai disini melalui agenda rekap yang singkat, selebihnya kalian yang akan mempertimbangkan!


 

Posting Komentar