Exclusive Interview Nosebound W Bagas!
Noose Bound, merupakan unit Metallic Hardcore yang berasal dari kota
Malang serta terbentuk pada tahun 2017 silam hingga sukses meluncurkan album
perdana (To The Same End) yang dirilis dalam bentuk CD oleh Samstrong Records
dan Set The Fire. Noose Bound juga dikenal dengan permainan musiknya yang terampil
tertuju pada kosep materi yang cukup gelap, agresif, mendominasikan hardcore
metal yang penuh amarah hingga memadukan komposisi tipikal unsur musik death
metal, hardcore, mathcore, beatdown dan post- hardcore yang cukup kental.
Beberapa pengaruh band-band besar luar negeri cukup memberikan tasti yang
lengkap bagi Noose Bound mengingatkan kembali dengan warna Metallic Hardcore
90’an era Disembodied, Zao, Earth Crisis, Merauder yang pada hari ini menjelma
menjadi nama-nama populer barunya seperti Knocked Loose, Code Orange, Jesus
Piece, dan Incendiary.
1. Hallo, apa kabar? Senang! Rasanya
bisa kembali ngobrol-ngobrol walaupun via teks, hingga sekian lama kita tidak
berjumpa.
Halo temen2 Gravedead Magazine! Alhamdulillah kabar baik nih,
semoga kalian juga ada di kondisi yang baik2 ya.
2. Bagaimana dengan Noose Bound, album,
proyek musik video, launching “To The Same End” hingga rangkaian tur telah
usai. Sebetulnya dari segi penulisan lagu Noose Bound banyak bercerita tentang
apa? Oh iya kalau referensi band khusus debut album?
Kalo' dari segi penulisan lagu Noose Bound mayoritas bercerita
tentang konflik dalam diri seseorang yang dikemas oleh musik yang hectic dan
agresif, serta dilengkapi dengan sound yang berat dan gelap. Kalo' referensi
khusus debut album mungkin berkisar di band2 metallic hardcore 90-an macem
Disembodied/Earth Crisis, band2 metallic hardcore era sekarang kayak Knocked
Loose/Jesus Piece, sama band2 HC tahun 2000-an yang membawakan sound New York
Hardcore tapi banyak ngeksplor tema2 kematian kayak Expire/Incendiary.
3. Sebagai leader band kenapa lebih
spesifik untuk memilih memainkan musik Metallic Hardcore dan mungkin yang
menjadi pembeda menurut saya Noose Bound memiliki karakter/ciri khas sound yang
lebih modern mencakup banyaknya band-band Metallic Hardcore lokal?
Kalo' secara spesifik memilih memainkan musik metallic hardcore
mungkin karena 2 genre yang jadi asal muasal musik tersebut (metal dan
hardcore, beserta segala subgenre-nya) merupakan genre sidestream/arus pinggir
yang paling banyak saya eksplor dan dengerin dibanding yang lain, akhirnya
mutusin kenapa nggak ambil kombinasi keduanya aja meski lebih dominan ke sisi
hardcore-nya. Dan kalo' dibilang menyajikan sound yang lebih modern, mungkin
selain karena telinga anak2 Noose Bound emang cocoknya disitu, kami juga
ngerasa perlu buat nyajiin sesuatu yang baru yang sesuai dengan telinga
pendengar di era sekarang namun dengan referensi musik tahun 90an biar bisa
relate juga dengan penikmat musik yang lebih senior, dan kalo' mau ditarik
mundur ya emang band2 tahun segitu yang jadi roots dari musik yang kami bawain
sih.
4. Bagaimana proses dan ceritanya album
“To The Same End” dirilis dua label rekaman?
Awal mulanya kami lebih dulu merekam 4 track yang materinya udah jadi
dari album "To The Same End" sebagai demo/album sampler, ada
"Paint Me Red", "The Needle", "Lost in the Plot",
sama "Greeting Grief". Materi2 tadi kami sebar ke beberapa label via
email dan dapet respon positif dari Mas Adit di Samstrong Records, abis itu
melaui pembicaraannya sama Alfin (ex-bassis Noose Bound) kami akhirnya deal
buat jadi rooster di Samstrong. Nggak selang lama waktu kami rilis video lirik
"Paint Me Red", Mas Widi dari Set The Fire Records juga ngasih respon
positif di Instagram dan nawarin diri buat co-release, setelah diskusi antara
Noose Bound, Mas Adit dan Mas Widi akhirnya kami semua sepakat deh buat
ngerilis "To The Same End" melalui 2 label tersebut.
5. Keseluruhan track pada album “To The
Same End” atau secara garis besar banyak bercerita tentang apa ? Oh iya kenapa
lebih memilih kata To The Same End sebagai tajuk.
Secara garis besar "To The Same End" banyak bercerita tentang
konflik internal yang disebabkan oleh segala kepahitan hidup dan menitik
beratkan emosinya ke perasaan marah, bingung, cemas, sesal, sedih, kecewa, dsb.
Intinya banyak mengeksploitasi emosi negatif yang harapannya bisa ngelengkapin
musiknya yang berat dan gelap jadi 1 kesatuan yang utuh. Tajuk "To The
Same End" sendiri yang kami maksud adalah ungkapan bahwa kami semua
sebagai makhluk hidup bakal menuju akhir yang sama yaitu kematian, hal yang
sering muncul di semua lagu yang kami tulis. Kalimat tersebut sengaja dipilih
selain karena kami rasa simple dan mengena, juga karena kami semua di Noose
Bound pada saat itu punya tujuan dan goal yang sama, yaitu lahirnya album penuh
pertama kami, sebuah "akhir" yang belum pernah kami capai bersama
band2 kami sebelumnya.
6. Track favorit dari album “To The Same
End”? Serta apakah Haplessburg mengekspresikan mengenai kampung halaman.
Milih track favorit gini rasanya kayak milih "anak"
paling favorit dari semua "anak" yang udah dibikin/dilahirin ya?
Hahaha. Sebenernya semua track favorit, cuma kalo' boleh jujur Haplessburg
merupakan track yang paling ngena di saya secara pribadi. Dan bener,
Haplessburg itu bercerita tentang kampung halaman dan waktu saya lagi nulis
liriknya semua memori tentang Malang ada disitu, mulai dari keluarga, temen2,
kotanya, skenanya, pemerintahnya, kenangan2 baik sampe' kenangan2 buruk semua
tertuang disitu. Jadi bisa dibilang Haplessburg itu semacam anthem
"MCHC"-nya Noose Bound tapi dengan karakter dan style kami sendiri.
7. Apa motifasi hingga tersirat untuk
menyelipkan outro di track “Menghasut Maut” dari legenda rock Sylvia
Saartje – “Semusim Duka” (1981)?
Inspirasi awalnya dateng dari Trapped Under Ice -
"Believe" (2009) dan ternostalagia lagi waktu saya lagi dengerin
"Deadringer" (2016) punya Knocked Loose, dua2-nya punya outro serupa
yang saya suka dan ngena banget, slow track lagu jadul yang disetel dan di-fade
out buat nutup 2 track cadas tersebut. Dari situ muncullah ide buat bikin
materi serupa, tapi pengennya yang Indonesia banget. Waktu nulis
"Menghasut Maut" udah kepikiran buat masukin outro kayak gitu nantinya
dan waktu lagi cari2 lagu apa yang cocok muncullah nama Sylvia Saartje, legenda
musik rock Indonesia tahun 70-an asal Malang yang ternyata banyak orang belum
tau juga (kayak saya sendiri waktu itu). Ngerasa image-nya cocok kami mulai
dengerin lagu2 beliau dan jatuh hati sama lagu "Semusim Duka" karena
punya mood lagu dan lirik yang kami rasa sesuai banget sama "Menghasut
Maut". Sempet ngorek info sana-sini akhirnya kami dapet kontak beliau
melalui Mas Samack (terima kasih banyak, mas!) setelah ngeliat mereka berdua
saling follow di Instagram. Singkat cerita kami langsung kontak Bu Sylvia
Saartje yang ternyata sangat humble dan dapet ijin buat nyelipin track tersebut
buat jadi outro track "Menghasut Maut". Beliau merupakan sosok
legenda hidup Kota Malang (bahkan mungkin Indonesia) yang bener2
underappreciated! Semoga melalui "Menghasut Maut" beberapa orang
mungkin bisa lebih mengenal beliau dan semoga Bu Sylvia Saartje terus diberikan
kesehatan, amin.
8. Secara materi musik, membayangkan
untuk 2 sampai 3 tahun kedepan apakah Noose Bound akan stuck dengan komposisi
materi atau warna metallic hardcore ala 90’an atau akan menyelipkan beberapa
komposisi lain dari genre band yang berbeda, semisal riff-riff ala deathcore
mungkin. Akankah lebih explore?
Pastinya, kami di Noose Bound juga nggak pengen terus2an nulis lagu yang
gitu2 aja tanpa nyelipin sesuatu yang baru/mengksplorasi hal2 lain di luar
formula yang biasa kami gunain, tapi di sisi lain kami juga nggak pengen jadi
band yang mengasingkan pendengar lama kami dengan jadi band yang
"berbeda" dari identitas awal kami. Jadi mungkin kami bakal nyelipin
hal2 baru di materi kami kedepannya sebagai proses pendewasaan kami sebagai
musisi dan band, tapi masih berada di koridor yang sewajarnya dengan komposisi
yang pas.
9. Sepanjang agenda tur, titik atau kota
mana yang paling berkesan (pra-tur album sampai tur album)?
Kalo' saya pribadi waktu Noose Bound berangkat tur ke Cirebon - Bandung
- Jakarta bareng Still Broken, sama waktu kami ke Jepara bareng Dazzle.
Keduanya jadi berkesan karena Noose Bound yang selama ini lebih sering mandiri
ketika berangkat (bahkan nggak jarang cuma personil aja tanpa kru), kali itu
berangkat rame2 sama band lain yang bikin suasananya jadi lebih fun dan
menyenangkan. Banyak momen yang memorable selama kami berangkat, main dan
pulang balik lagi ke Malang bareng mereka. Waktu main ke Mojokerto buat tur
pra-album juga berkesan banget, ditemenin Adis Gravedead dan temen kami Helmi,
selama perjalanan kami bener2 full apes gara2 mobil yang kami pake' ada masalah
overheat dan berakhir batal main karena waktu itu juga masih era Covid + PPKM,
jadi acara dibubarin sama polisi sebelum kami tiba di venue, hahahaha. Lebih
apesnya lagi (masih gara2 mobil) kami baru bisa balik pulang hampir shubuh dan
dompetku ternyata sempet jatuh diperjalanan. Apesnya bener2 komplit pake'
telor! Hahahahaha (Sori ya Dis, turut membawamu ikut pada kemalangan kami,
hahahaha)
10. Kalau menurut anda mas? Apa
berbedaan suasana gigs hardcore di kota Malang dengan kota-kota titik tur.
Sebenernya dari segi suasana gigs baik di Kota Malang maupun
kota-kota lain yang pernah kami sambangin ambience-nya kurang - lebih sama,
cuma kalo' boleh jujur crowd di Malang (termasuk Batu) tuh punya crowd yang
lebih violence dari sisi intensitas di mosh pit, makanya nggak jarang kami
ingetin temen2 buat yang nggak siap kesenggol mending cari space yang aman buat
nonton.
11. Apa plan selanjutnya untuk Noose
Bound.
Kalo' plan selanjutnya yang bisa kami share sejauh ini baru
nyiapin lagu2 baru buat rilisan kami ke depan, yang lain2 masih rahasia karena
kalo' di-share sekarang jadi nggak surprise dan takutnya malah nggak jalan
ntar, hahahaha.
12. Band yang ditunggu-tunggu untuk
meluncurkan album? Lokal mungkin, serta alasan?
Kalo' band luar sih yang jadwal rilisnya deket2 ini ada album
barunya Jesus Piece sama Zulu. Kalo' lokal ada EP barunya Still Broken yang
bakal rilis via Samstrong Records, karena sekarang udah waktunya mereka buat
get all the hype! Hallam Foe dari info dari saya dapet mereka lagi nyiapin EP
dan patut ditunggu, karena mereka bakal jadi warna baru Emo/Screamo di skena
musik Malang era sekarang. YME tahun ini juga katanya bakal rilis album, karena
proyek alternative dari nama2 besar di Malang (Gaston Bluelake Project, Wildan
Bizarre/Hadd dan Mas Jaka SATCF) ini rilisannya udah saya tunggu2in dari dulu.
Dazzle yang katanya sekarang lagi nulis full album juga, karena mereka lah the
next big thing dari Malang. Eastcape dari Blitar juga denger2 bakal rilis EP
baru tahun ini (2023), karena materi2 mereka yang udah ada di Spotify solid
banget.
13. Rekomendasi band-band lokal.
Banyak, tapi daripada saya yang kasih rekomendasi mending kalian follow @gravedead.magz buat dapet info yang lebih terkini & up to date tentang band-band lokal. GO FOLLOW THEM!