GRAVE DEAD MAGAZINE, MUSIC, EVENT MEDIA PARTNER, ZINE, EVENT HANDLE BY SOUND OF GRAVE DEAD N THE GROATH, RECORDS LABEL AND MUSIC DISTRIBUTION.

Foto 1
Foto 2
Foto 3
Foto 4
Foto 5
Foto 6
Foto 7

Exclusive Interview Nosebound W Bagas!

 

Noose Bound, merupakan unit Metallic Hardcore yang berasal dari kota Malang serta terbentuk pada tahun 2017 silam hingga sukses meluncurkan album perdana (To The Same End) yang dirilis dalam bentuk CD oleh Samstrong Records dan Set The Fire. Noose Bound juga dikenal dengan permainan musiknya yang terampil tertuju pada kosep materi yang cukup gelap, agresif, mendominasikan hardcore metal yang penuh amarah hingga memadukan komposisi tipikal unsur musik death metal, hardcore, mathcore, beatdown dan post- hardcore yang cukup kental. Beberapa pengaruh band-band besar luar negeri cukup memberikan tasti yang lengkap bagi Noose Bound mengingatkan kembali dengan warna Metallic Hardcore 90’an era Disembodied, Zao, Earth Crisis, Merauder yang pada hari ini menjelma menjadi nama-nama populer barunya seperti Knocked Loose, Code Orange, Jesus Piece, dan Incendiary. 


1. Hallo, apa kabar? Senang! Rasanya bisa kembali ngobrol-ngobrol walaupun via teks, hingga sekian lama kita tidak berjumpa.


Halo temen2 Gravedead Magazine! Alhamdulillah kabar baik nih, semoga kalian juga ada di kondisi yang baik2 ya.


2. Bagaimana dengan Noose Bound, album, proyek musik video, launching “To The Same End” hingga rangkaian tur telah usai. Sebetulnya dari segi penulisan lagu Noose Bound banyak bercerita tentang apa? Oh iya kalau referensi band khusus debut album?


Kalo' dari segi penulisan lagu Noose Bound mayoritas bercerita tentang konflik dalam diri seseorang yang dikemas oleh musik yang hectic dan agresif, serta dilengkapi dengan sound yang berat dan gelap. Kalo' referensi khusus debut album mungkin berkisar di band2 metallic hardcore 90-an macem Disembodied/Earth Crisis, band2 metallic hardcore era sekarang kayak Knocked Loose/Jesus Piece, sama band2 HC tahun 2000-an yang membawakan sound New York Hardcore tapi banyak ngeksplor tema2 kematian kayak Expire/Incendiary.


3. Sebagai leader band kenapa lebih spesifik untuk memilih memainkan musik Metallic Hardcore dan mungkin yang menjadi pembeda menurut saya Noose Bound memiliki karakter/ciri khas sound yang lebih modern mencakup banyaknya band-band Metallic Hardcore lokal?


Kalo' secara spesifik memilih memainkan musik metallic hardcore mungkin karena 2 genre yang jadi asal muasal musik tersebut (metal dan hardcore, beserta segala subgenre-nya) merupakan genre sidestream/arus pinggir yang paling banyak saya eksplor dan dengerin dibanding yang lain, akhirnya mutusin kenapa nggak ambil kombinasi keduanya aja meski lebih dominan ke sisi hardcore-nya. Dan kalo' dibilang menyajikan sound yang lebih modern, mungkin selain karena telinga anak2 Noose Bound emang cocoknya disitu, kami juga ngerasa perlu buat nyajiin sesuatu yang baru yang sesuai dengan telinga pendengar di era sekarang namun dengan referensi musik tahun 90an biar bisa relate juga dengan penikmat musik yang lebih senior, dan kalo' mau ditarik mundur ya emang band2 tahun segitu yang jadi roots dari musik yang kami bawain sih.


4. Bagaimana proses dan ceritanya album “To The Same End” dirilis dua label rekaman?


Awal mulanya kami lebih dulu merekam 4 track yang materinya udah jadi dari album "To The Same End" sebagai demo/album sampler, ada "Paint Me Red", "The Needle", "Lost in the Plot", sama "Greeting Grief". Materi2 tadi kami sebar ke beberapa label via email dan dapet respon positif dari Mas Adit di Samstrong Records, abis itu melaui pembicaraannya sama Alfin (ex-bassis Noose Bound) kami akhirnya deal buat jadi rooster di Samstrong. Nggak selang lama waktu kami rilis video lirik "Paint Me Red", Mas Widi dari Set The Fire Records juga ngasih respon positif di Instagram dan nawarin diri buat co-release, setelah diskusi antara Noose Bound, Mas Adit dan Mas Widi akhirnya kami semua sepakat deh buat ngerilis "To The Same End" melalui 2 label tersebut.


5. Keseluruhan track pada album “To The Same End” atau secara garis besar banyak bercerita tentang apa ? Oh iya kenapa lebih memilih kata To The Same End sebagai tajuk.


Secara garis besar "To The Same End" banyak bercerita tentang konflik internal yang disebabkan oleh segala kepahitan hidup dan menitik beratkan emosinya ke perasaan marah, bingung, cemas, sesal, sedih, kecewa, dsb. Intinya banyak mengeksploitasi emosi negatif yang harapannya bisa ngelengkapin musiknya yang berat dan gelap jadi 1 kesatuan yang utuh. Tajuk "To The Same End" sendiri yang kami maksud adalah ungkapan bahwa kami semua sebagai makhluk hidup bakal menuju akhir yang sama yaitu kematian, hal yang sering muncul di semua lagu yang kami tulis. Kalimat tersebut sengaja dipilih selain karena kami rasa simple dan mengena, juga karena kami semua di Noose Bound pada saat itu punya tujuan dan goal yang sama, yaitu lahirnya album penuh pertama kami, sebuah "akhir" yang belum pernah kami capai bersama band2 kami sebelumnya.


6. Track favorit dari album “To The Same End”?  Serta apakah Haplessburg mengekspresikan mengenai kampung halaman.


Milih track favorit gini rasanya kayak milih "anak" paling favorit dari semua "anak" yang udah dibikin/dilahirin ya? Hahaha. Sebenernya semua track favorit, cuma kalo' boleh jujur Haplessburg merupakan track yang paling ngena di saya secara pribadi. Dan bener, Haplessburg itu bercerita tentang kampung halaman dan waktu saya lagi nulis liriknya semua memori tentang Malang ada disitu, mulai dari keluarga, temen2, kotanya, skenanya, pemerintahnya, kenangan2 baik sampe' kenangan2 buruk semua tertuang disitu. Jadi bisa dibilang Haplessburg itu semacam anthem "MCHC"-nya Noose Bound tapi dengan karakter dan style kami sendiri.


7. Apa motifasi hingga tersirat untuk menyelipkan outro di track  “Menghasut Maut” dari legenda rock Sylvia Saartje – “Semusim Duka” (1981)?


Inspirasi awalnya dateng dari Trapped Under Ice - "Believe" (2009) dan ternostalagia lagi waktu saya lagi dengerin "Deadringer" (2016) punya Knocked Loose, dua2-nya punya outro serupa yang saya suka dan ngena banget, slow track lagu jadul yang disetel dan di-fade out buat nutup 2 track cadas tersebut. Dari situ muncullah ide buat bikin materi serupa, tapi pengennya yang Indonesia banget. Waktu nulis "Menghasut Maut" udah kepikiran buat masukin outro kayak gitu nantinya dan waktu lagi cari2 lagu apa yang cocok muncullah nama Sylvia Saartje, legenda musik rock Indonesia tahun 70-an asal Malang yang ternyata banyak orang belum tau juga (kayak saya sendiri waktu itu). Ngerasa image-nya cocok kami mulai dengerin lagu2 beliau dan jatuh hati sama lagu "Semusim Duka" karena punya mood lagu dan lirik yang kami rasa sesuai banget sama "Menghasut Maut". Sempet ngorek info sana-sini akhirnya kami dapet kontak beliau melalui Mas Samack (terima kasih banyak, mas!) setelah ngeliat mereka berdua saling follow di Instagram. Singkat cerita kami langsung kontak  Bu Sylvia Saartje yang ternyata sangat humble dan dapet ijin buat nyelipin track tersebut buat jadi outro track "Menghasut Maut". Beliau merupakan sosok legenda hidup Kota Malang (bahkan mungkin Indonesia) yang bener2 underappreciated! Semoga melalui "Menghasut Maut" beberapa orang mungkin bisa lebih mengenal beliau dan semoga Bu Sylvia Saartje terus diberikan kesehatan, amin.


8. Secara materi musik, membayangkan untuk 2 sampai 3 tahun kedepan apakah Noose Bound akan stuck dengan komposisi materi atau warna metallic hardcore ala 90’an atau akan menyelipkan beberapa komposisi lain dari genre band yang berbeda, semisal riff-riff ala deathcore mungkin. Akankah lebih explore?


Pastinya, kami di Noose Bound juga nggak pengen terus2an nulis lagu yang gitu2 aja tanpa nyelipin sesuatu yang baru/mengksplorasi hal2 lain di luar formula yang biasa kami gunain, tapi di sisi lain kami juga nggak pengen jadi band yang mengasingkan pendengar lama kami dengan jadi band yang "berbeda" dari identitas awal kami. Jadi mungkin kami bakal nyelipin hal2 baru di materi kami kedepannya sebagai proses pendewasaan kami sebagai musisi dan band, tapi masih berada di koridor yang sewajarnya dengan komposisi yang pas.


9. Sepanjang agenda tur, titik atau kota mana yang paling berkesan (pra-tur album sampai tur album)?


Kalo' saya pribadi waktu Noose Bound berangkat tur ke Cirebon - Bandung - Jakarta bareng Still Broken, sama waktu kami ke Jepara bareng Dazzle. Keduanya jadi berkesan karena Noose Bound yang selama ini lebih sering mandiri ketika berangkat (bahkan nggak jarang cuma personil aja tanpa kru), kali itu berangkat rame2 sama band lain yang bikin suasananya jadi lebih fun dan menyenangkan. Banyak momen yang memorable selama kami berangkat, main dan pulang balik lagi ke Malang bareng mereka. Waktu main ke Mojokerto buat tur pra-album juga berkesan banget, ditemenin Adis Gravedead dan temen kami Helmi, selama perjalanan kami bener2 full apes gara2 mobil yang kami pake' ada masalah overheat dan berakhir batal main karena waktu itu juga masih era Covid + PPKM, jadi acara dibubarin sama polisi sebelum kami tiba di venue, hahahaha. Lebih apesnya lagi (masih gara2 mobil) kami baru bisa balik pulang hampir shubuh dan dompetku ternyata sempet jatuh diperjalanan. Apesnya bener2 komplit pake' telor! Hahahahaha (Sori ya Dis, turut membawamu ikut pada kemalangan kami, hahahaha)


10. Kalau menurut anda mas? Apa berbedaan suasana gigs hardcore di kota Malang dengan kota-kota titik tur.


Sebenernya dari segi suasana gigs baik di Kota Malang maupun kota-kota lain yang pernah kami sambangin ambience-nya kurang - lebih sama, cuma kalo' boleh jujur crowd di Malang (termasuk Batu) tuh punya crowd yang lebih violence dari sisi intensitas di mosh pit, makanya nggak jarang kami ingetin temen2 buat yang nggak siap kesenggol mending cari space yang aman buat nonton.


11. Apa plan selanjutnya untuk Noose Bound.


Kalo' plan selanjutnya yang bisa kami share sejauh ini baru nyiapin lagu2 baru buat rilisan kami ke depan, yang lain2 masih rahasia karena kalo' di-share sekarang jadi nggak surprise dan takutnya malah nggak jalan ntar, hahahaha.


12. Band yang ditunggu-tunggu untuk meluncurkan album? Lokal mungkin, serta alasan?


Kalo' band luar sih yang jadwal rilisnya deket2 ini ada album barunya Jesus Piece sama Zulu. Kalo' lokal ada EP barunya Still Broken yang bakal rilis via Samstrong Records, karena sekarang udah waktunya mereka buat get all the hype! Hallam Foe dari info dari saya dapet mereka lagi nyiapin EP dan patut ditunggu, karena mereka bakal jadi warna baru Emo/Screamo di skena musik Malang era sekarang. YME tahun ini juga katanya bakal rilis album, karena proyek alternative dari nama2 besar di Malang (Gaston Bluelake Project, Wildan Bizarre/Hadd dan Mas Jaka SATCF) ini rilisannya udah saya tunggu2in dari dulu. Dazzle yang katanya sekarang lagi nulis full album juga, karena mereka lah the next big thing dari Malang. Eastcape dari Blitar juga denger2 bakal rilis EP baru tahun ini (2023), karena materi2 mereka yang udah ada di Spotify solid banget.


13. Rekomendasi band-band lokal.


Banyak, tapi daripada saya yang kasih rekomendasi mending kalian follow @gravedead.magz buat dapet info yang lebih terkini & up to date tentang band-band lokal. GO FOLLOW THEM!